CELAH MEMBURU KEKUASAAN dan HANTU-HANTU IMAJINASI

Pra Kematian Suatu Bangsa dan Prospek Rakyat Terhadap Kesejahteraan Dalam Berbangsa nan Negara

Bangsa adalah wadah kekuasaan untuk kehidupan generasi. Kekuasaan merupakan mimpi semua Insan Tuhan dalam menata kehidupan. Berbangsa memiliki versi juga cara dalam meraih kedudukan serta menduduki singgasana megah pada Istana negara. Mereka kita dan Rakyat di seluruh pelosok negeri memiliki mimpi yang sama agar terbinanya kesejahteraan. Bermimpi memperbaiki tatana ekonomi keluarga di masa sekarang dan akan datang. Sistem ketata negaraan sebagai tonggak pelaksanaan juga tolak ukur dalam memenuhi mimpi rakyak dalam negara agar tertatanya suatu sistem, terutama pada segi pemberdayaan dan penerapan nilai-nilai hukum yang tertera di daerah dan wilaya
Negeri Tertinggal dan Bangsa Menagis

Keguguran adalah bentuk kegagalan dalam menciptakan regenerasi bangsa untuk negara. Ada beberapa sudut yang mesti negara sajikan sebenarnya mengenai tingkat Kemajuan suatu negara. Bukan hanya di ukur dengan ide regenerasi dalam menata ruang-ruang yang terasa kosong pada bagian negara, namu kedisiplina sistem mengawasi keberlansungan perputaran kehidupan. Entah itu pada tataran ekonomi, penerapan hukum, budaya/adat istiadat cara memberi titipan konsep bernegara melalui pengetahuan verbal sebagai maknah dasar juga general/global yang sebagai revolusi generasi pada pelosok negeri demi tertata secara

Diri Yang Tak Ditemukan

HILANGNYA PETA PALESTINE ” Konspirasi Dunia “

PALESTINE…Bangsa yang pertama mengakui bahwa indonesia merdeka.

PALESTINE adalah Bangsa dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak di dunia dan NegaraKu Indonesia mengakui itu. Namun…kini ia telah hilang dipelupuk mata. Apa gerangan yang mendasari hilangnya Bangsa PALESTINE dalam Peta Kebangsaan. Apa ia jawabannya sebab konspirasi Antar Bangsa nan Negara, entalah. Kini kita hanya dapat berhipotesi denga pra duga masing-masing, sembari membaca arah konspirasi Dunia yang memaksakan kebenaran menjadi kekuasaan

Bangsa dengan perjuangan masyarakat yang tak henti-hentinya berteriak demi kemerdekaan, nyatanya telah menjadi babu dalam tanah mereka sendiri.

Kini Masyarakat PALESTINE mengadu nasib dalam menjawab pertanyaan IBB dan WOC serta

kenapa, apakah mungkin PALESTINE kini menjadi bawahan taukah budaknya ISRAEL.

MIRISNYA KAPAL DALAM NEGERI

Konstitusi berlayar bagaikan kapal tua

Birokrasi buta bagaikan zaman purba kala, negeri terguncang oleh ekonomi bergambar neologin seperti para komunis bertanduk bunga malu.

Rupa-rupanya pengemis tak berdaya dan berdosa mendatangi istana negeri. Dengan baju putih tanpa noda pula sikap polosnya terpancar dalam kacamata rakyat seakan-akan ia suci namun sebenarnya dialah Dazal yang menjelma menjadi malaikat.

Tanpa berdasi merayu merajut hingga ribuan juta terkena’ rayuan. Bermodalkan teks , rupa ksust dan pucat bagai anak yatim yang terpaksa hidup seolah-olah seolah sebatangkara.

Berbudaya, bersuku ia tak punya seakan-akan dirinya terusir dari kultur kebangsaan.

Pandai menggoda merayu seperti burung berkicau di pagi hari. Oh, tidak ternyata ia binatang yang mematikan hanya bertopeng dengan warna suara saja.

Masa Lalu Tua di Masa Tua

Pada masa itu masa dimana semua di awali mengawali kehidupan. Hidup

AKSARA DALAM DIAM

DIAM

Dengan diam pribadi dapat memberi ketenangan pada diri. Terkadang juga masalah tertentu mampu dipecahkan satu persatu oleh diri. Atas sadarku, berawal dari apa yang ku pikirkan kemudian ku kembangkan dengan imajinasiku. Bahkan di bawah alam sadarku ternyata hal itu benar-benar nyata. Pada Alam kebenaran peristiwa tersebut memang ada, akan tetapi kebenarannya tidak abstrak hingga mampu di tutupi oleh kembenaran yang dianggap benar yakni eksistensi subjek terhadap objek dan subjek-subjek lainnya. Di dalam Alam bawah sadarku memiliki makna yang berkemungkinan dan berpotensi. Bermakna akan terpenuhinya hendak  dalam mencintai nan di cintai pun berarti memungkinkan potensi hingga tidak memiliki arti ataupun secara capaian dalam pemenuhan hasrat pula hendak. Semua berpotensi ingin membebaskan delusi “penjara oleh diri sendiri”. Dari sekian lamanya hendak merawat  dengan mencintai secara Fitrah, tetapi akhirnya terbalas dengan kata keikhlasan, kerelaan dan merelakan.

Pengharapan sama halnya dengan berharap akan terjadinya suatu harapan, harapan akan terbalas dan menerima serta di terima. Menerima cinta insan yang mencintai dan cinta diri pada dia yang di cintai, adalah salah satu dari sekian makna cinta dalam membenahi fitrahnya. Fitrah yang telah tergores lantaran menaruh karena hasrat. Dan sebab itulah diri ingin menggiring fitrah kearah Qolbuh dengan bertujuan menyucikan sifat-sifatnya. Prospek ini bertujuan agar kiranya tidak ada celaka dalam menjalani hidup, memahami rasa, dan mengimani secara utuh makna cinta yang telah melekat hingga menjadi nafas bagi pelaku utama dalam drama pada panggung kebenaran.

Cinta itu sebenarnya merupakan energi bagi penggiat rasa. Kerinduan itu dasarnya, rindu bukanlah sebuah kesepakatan yang dapat di tanggih hingga waktu menebusnya. Cinta bukan ukuran yang dapat di simpulkan dengan bentuk dan warna, begitupun dengan rindu sebagai bukti outentik bahwa memang ada sesuatu yang di gembala. Cinta Bukanlah ukuran juga bukan sedikit banyaknya dalam mengosumsi bacaan tesis-tesis, bukan seberapa banyak kita menulis, tetapi seberapa jauh kita berusaha mendirikan hingga ia tak pernah gugur juga luntur di kala badai menopang jiwa, sampai-sampai terdampar pada tepian jurang kematian. Secara kasat mata jasadnya tak terlihat dan dalam imajinasi dia tidak sampai kepada titik hasrat, hingga yang ada hanyalah harapan. Insan cita mendefinisikan bahwa hasrat adalah cinta. Karena sebab  itulah banyak korban kematian yang dilihat oleh kita pada alam semesta. Mengatas namakan cinta padahal semua itu ialah nafsu yang berwujud hasrat dan berbentuk pula berwarna juga bermaknah suci.  Dibalik semua itu berorentasi pada sifatnya rupa yang memiliki warna, bentuk dan segi “material” hingga merangsang diri dalam memenuhi hasrat demi tercapainya pemenuhan gelapnya.

Menaruh harapan kepada seseorang berarti kita menawarkan agar di gantung, bergantung, menggantungkan mimpi. Ada kalanya kebergantungan dapat memberikan terang terhadap kehidupan dan terkadang pula pengharapan menjadi musuh. Tapi, tidak selamanya semua di definisikan dengan objek yang sama layaknya rasa seseorang dengan semua insan perasa dan penikmat-penikmat atas rasa.

Sejauh ini tidak ada satupun pakar cinta yang mampuh memecahkan konsep cinta seutuhnya.  Kiranya telah beberapa filsuf terkemuka yang pernah menggalinya seperti Plato. Ia mendefinisikan cinta adalah kebijaksanaan, itu pada buku Simposium hakikat eros, cinta dan manusia. Eric From, seorang penggiat rasa setelah Aristoteles dan ia sebagai penulis pada buku Seni mencintai dan ia sama seperti Plato, memandang rasa sebagai hendak jiwa  hingga menjiwai jiwa-jiwa yang sifatnya keindahan bukan kenikmatan.


Penantian

Melangkah, Ia aku memang malangkah. Aku tidak ingin menanti dengan cara berdiam diri hingga terbunuh lantara penyakit jiwa sebab merenung terus-menerus.

Aku dalam penantian disaat menanti diri yang di nanti menghentikan kaki hendakku mencari celah-celah kehidupan. Menunggu juga yah ia aku selalu menunggu karna dia yang di tunggu.

Tetapi menunggu akan abadi itu hanya harapan ku saja. Namun yakinku tetap menunggu, entah itu kapan hingga tidak terhitung oleh waktu. Dedikasi hingga menjadi kasih tetap menjadikannya angan-angan bagiku, aku tahu penantian ini lagi-lagi akan terbalas dengan perilaku yang sama, oleh karena demikian aku harus belajar bagaimana mengiklaskan semua dengan cara menitipkan kasih sayang walau jiwa dan akalku berperan penuh dalam memilah kebenaran.

Dalam Dinasti aku adalah budak pada tataran rupa dan pengabdian yang aku yakini tetap berujung pada capaian yang sama. Sama seperti manusia yang hilang arah hidupnya hingga penantianku ialah mautku.

Aku yakin bahwa Alam sempurnalah yang mampu mempersatukan cinta. Walaupun hanya pribadi saja yang mencintainya tanpa terbalas di cintai. Menunggu maut adalah salah satu harapan agar tercapainya mencintai yang di cintai.

Semua tentang penantia, entah akan berkepanjangan ataukah memang berujung terbalas. Berharap akan terbalas mungkin masih pada skorsing mimpi, sebab mimpi lalu hingga saat ini masih dalam diskursus kebenara.

Sejatinya penantian


Menanti, menunggu, berharap adalah ciri manusiawi. Cara seseorang merindukan apapun tergantung dari apa yang sedang di idam-idamkan. Maka ku sedang merindu dia yang ku nanti setiap cela-cela hidupku. Untukmu pandailah menilai perilaku orang di sekitarmu agar rindunya yang menanti tidak hanya menjadi kapal tanpa kemudi.

Penantian yang berkepanjangan


Semua orang berkata mampu menunggu. Menunggu kedatangan seseorang, kepastian darinya juga balasan atas penantian berkepanjangan. Itu mereka bukan aku. Mereka bisa saja berkata demikian lantaran penantian nya hanya pada tataran rupa. Pada bentuk, ruang dan waktu. Ia berharap terhadap ketergantungan jiwa pada dambaan

Mendiam A. Fitriani


Diam bukan pilihan juga tekanan batin oleh rasa. Diam ku diam mereka, diam aku, Aku diam. Mendian bukan berarti bisu, berbicara pun adalah duka dan sebaik-baiknya aku diam saja.

Mengagumi karna sikap lunak nya, mencintai lantaran rupa bukan dia. Diri menanam keyakinan dalam setiap pikiran, tercoreng wajah gadis tak bertulang hingga memanggil, memiku jariku agar ia tergambar dalam sejarah kelam ku.

Setiap Detik-detikĀ  teringat masa itu, terdengar hina di pelupuk mata namun suci pada jiwa yang meyakini. Menaru mimpi hingga terkesan menjadi musuh.

Mencoba merangka demi satu harapan, walau terkesan membunuh tanpa rupah tapi mematikan akal pikiran. Semua sebab nya, olehnya, karenanya aku ada, hingga nampak pada sudut permukaan dan mampu menjadi manusia yang mencintai dengan ikhlas.

Kehidupan serasa bermakna kesan yang mematikan oleh perasaan tanpa arah. Dia telah mampu menggerakkan nafas walau terasa perih hingga kekuatan adalah do’a dan mautku ialah pikiranku.

Menjalar api di tengah dingin ku namun tak mampu memberi hangat untuk mu. Karna sebab itulah aku merangkaimu pada mimpi di saat aku sadar buka terbaring lemas dalam tempat tidur ku.

Sunyi rasanya jika jiwa mu masih tergeletak dalam pangkuan orang lain. Penantian takkan berarti apa-apa pabila resah gelisah terus menerus membunuh ketenangan akal .

Jika suatu saat kau ta mengenal masa tua ku. Aku berharap anak mu mengenal aku tanpa mu dan jika ragaku terkubur di depan singgah sana mu. Permintaan ku adalah kamu bukan siapa-siapa lebih-lebih keluarga ku, yang akan memandang roh ku disaat tersenyum malu pada mu.

Indah mu tak mampu ku jama’ namun jarak memisahkan hingga kerinduan yang menyiksa. Andai diri mu tahu bahwa akulah rupa tanpa warna karena bening didepanmu. Aku ada dan keberadaan ku tidaklah perlu kau lihat dengan perasaan cinta, sebab aku tau dirimu tidak akan mampu mencitai seperti aku mengabadikan rasa hingga menjadikan itu seperti sajadah yang suci tanpa dosa.

Tuhan, maaf jika hamba mencoba merayumu demi satu keyakinan cinta. Hamba merayumu sebab akibat dia yakin diri sebagai kekasi ibadah, walaupun terlihat nampak pun juga tetap akan bermakna ibadah bagi diri.

Hamba mengakui bahwasanya perkara ibadah nihil pribadi menta’ati. Begitupun dengan mu, aku hanya bisa membawamu dalam mimpi namun tidak pada keadaan nyata. Semua karna jiwa ku sedang meyakini kebenaran mimpi lalu. Mimpi disaat aku merangka, menata juga berjuang demi satu keyakinan ialah cinta.

Terukir indah di saat fiksi bekerja totalitas dalam kesunyian, hingga capaian nya pada syurga juga rasa terasa merdeka atas hendak oleh cinta tanpa rupa sebab itu aku merasa suci tanpa noda.

Delusi Resonansi


Terkungkung, terjerat adalah problem yang tak mampu manusia hindari. Mencintai pun merupakan salah satu hak yang semestinya pribadi abadikan. Oleh karena demikian, kesunyian ialah jalan menuju pada apa yang di hendaki hasrat dalam mencintai.

Jatuh bukan esensi cinta juga terpaku lantaran ia bukan definisi mencintai. Kita, boleh menaruh juga menggantung rasa pada ciptaan sang maha. Akan tetapi tidak harus mengarah kan nafsu kepada ia yang di cintai

Bidadari Untuk Dewa “Sajak Rasa Pada Dimensi Kebenaran “


Kasih mengasihi. Terbunuh cita-cita cinta sang kuasa karena sesembahan menyembah pada insan yang di cintai. Mentari yang di nanti kini tak kunjung tiba, senja dalam pengharapan hanya memberi kesan tanpa makna, dan malam pula gelap tanpa terang rembulan. Kini mentari telah menjadi debu yang beterbangan, seolah-olah ia adalah angin yang memberi kesejukan

Mengembala rasa yang semestinya di yakini sebagai alasan mengapa Tuhan patuh ada pula di yakini meyakini, ternyata kesesatan logika manusia dalam menjawab esensi kemanusiaan. Partikel logika memiliki sajak tanpa sayap adalah jawaban atas apa Tuhan ada, sebab definisi meyakinkan diri tidaklah semudah mempercayainya. Adanya pertanyaan mengapa manusia ada bukalah jawaban bagi Tuhan, namun adanya manusia Kausaprima wajib menjawabnya dengan cara sang Kausaprima. Lantas mengapa Insan memberi segala kehidupan padanya, jawabannya ialah dia sang Maha hingga dewa menganggap kekuasaan sebagai sajak cinta dalam kebenaran pula kesempurnaan cinta. Ia sebagai sebab akibat hingga tidak satupun menggantikan walau dengan jutaan bahkan triliunan tetap tidak akan mampu menjawab cinta sang Maha pada Insannya.

Padanya…pada kita dan semua penghuni alam semesta. Mari… Kita belajar bersama serta mengimani secara seksama agar cintanya Sang Kuasa bukan hanya mampu di gerakan oleh rasa juga hasrat dalam tafsiran yang sering kali kita perbuat. Sesungguhnya bentuk pula sifat-sifatnya kita imani sebab sungguh hina jika menghianati titipan yang di titipkan.

Memang mendirikan cinta tidaklah semudah jatuh cinta, tapi jatuh cinta juga seharusnya memberikan peran instrumen sebagai Hakim dalam menghakimi kebenaran oleh instrumen. Kamu bukan Tuhan tetapi sesungguhnya sifat-sifatnya ada pada diri, oleh karena demikian sucikanlah sebagian dirimu untuk ia pemilik rasa, sumber segala esensi dari esensi.

Belajarlah dengan cara Tuhan mencintai walau tidak selamanya cinta akan terbalas dengan harapan pula dengan dimensi sesungguhnya. Mencintai dan di cintai tidak ada korban jika landasanmu adalah ketulusan. Mencinta tidak akan berujung pada menyembah jika tidak ada yang di sembah.

Sehelai Rumput N. S. Rahmat


Aku adalah jasad tanpa tulang. Berdiri tanpa kekuatan, berjalan- pun bagai kapal tanpa peta, memandang dengan kacamata rabun, bicara aku kaku, berbuatpun ragu, merabah aku takut. Lantas apa aku. Apakah mereka ialah aku.

Ataukah aku memaksa raga, Agar menjadi mereka, hingga serasa aku bergantung pada bangunan istana megah tanpa mampu berdikari menjadi pribadi.

Melangkah dengan menunggu angin menopang hingga terdampar pada tepi jurang kematian. Ataukah dipertontonkan oleh mereka yang memiliki kapabelitas juga kapasitas kekuasaan yang sifatnya batinia, lahiria, material, serta kedudukan tinggi sebab kekuatan hegemonik.

Apakah mungkin ia, karena vocalku yang begitu kaku hingga bibir saling mengikat agar tertutup rapat demi jiwa yang berlubang tidak merasa perih ketika ingin berargumentasi.

Ingin rasanya jasadku membentuk suatu bentuk keadilan demi kesejahteraan dan kesetaraan. Namu apalah aku, siapa aku. Aku hanya segumpal dara dari rahim tertindas yang hanya bermimpi di kala itu.

Mungkin sebab rohku telah di titipkan pada mereka sebagai landasan aku ada. Hingga diri tidak berkuasa atasnya. Dan mungkin saja Tuhan memiliki ahli waris untuk kesempatanku yang dititipakan melaluinya. Semua tentang kemungkinan, perihal memungkinkan akankah terkesan meyakinkan?.

Tercermin mencerminkan hingga aku memiliki ambisi agar menjadi manusia seutuhnya. Namun, Lagi-lagi konflik berkepanjangan dalam diri sebab cermin diri adalah diriku sendiri.

Insan seperti aku, hanya mampu berharap dan terus menerus dalam pengharapan agar terlatih berjalan hingga mampu mendirikan singgah sana dan menduduki surganya Tuhan Semesta Alam.

Kepada Sang Maha yang di Puja pula perawat rasa sebagai pengharapan sebab akibat. Hamba memohon Rawatlah mereka untuk hamba dan berikan cinta, kasih, sayang seperti hamba mengharapkan akan semua itu padanya dan insan-insan mu.

Sang pengharap menginginkan cinta hingga menanam harapan pada Insan mu. Atas kuasa mu. Wahai sang Maha, jawablah syair-syair hamba tanpa keberpihakan pada kuasa sang karsa.

Dalam pengharapanku rawatlah ia serta mereka yang akan menjadi bagian dari nafas insan mu ini. Tiada cara lain yang bisa Hamba torehkan selain dari sajak cinta.

Harapan akan di sayangi di hargai juga di cintai oleh ia yang menjadi pengharapan adalah suatu mimpi. walau itu akan berkepanjangan dan walaupun tidak akan terjawab dikala ini, semoga saja terjawab melalui rencana mu wahai sang maha segalanya.

Walaupun titik terang masih dalam angan namu terang itu layaknya rembulan malam yang tiba setelah fajar hingga bermakna senja. Melangkah mundur, aku ditopang maju. Serasa terburu-buru didorong untuk melangkah dan serasa di paksa agar menjawab naskah kehidupan. Seorang penggembala keadilan tanpa kereta itulah aku. Berdiri aku bisa sebab keterpaksaan dan kini berjalan aku telah terlatih karena ada cinta yang menggandeng serta bersama dalam setiap jeda.

Itulah alasan mengapa waktu dan peristiwa merekam jejak-jejak di sudut permukaan. Sebab kebenaran tidak hanya di lihat juga dinilai dari seluruh sudut, kiranya ada dari sekian sudut yang akan menjawab mengapa kebenara tidak nampak dalam permukaan.

Sang Masadepan Tuhan SyairKu Untuk Ia Dalam DiamKu”

Tuhan, ijinkan InsanMu ini bercerita tentangnya. Tentang seorang yang hampir saja hilang dalam ingatan juga layu dikala penantian. Dia yang pernah menetap serta tumbuh pada jiwa, raga, dan bahkan separuh nafas pun telah hamba tetapkan untuknya. Entah kenapa sesekali waktu firasatku meghawatirkan kabarnya. Mungkin yang InsanMu ini pikirkan adalah naluri dari hasil kecemasan sebab Rindu yang melanda, apa mungkin ia aku telah termakan. segalah kebenaran itu dan bahkan hamba menghawatirkannya dengan diri yang tidak akan mampu belajar mengiklaskan lebih-lebih melihatnya bersama orang lain.

Menitip kehidupan sebab perasaan adalah ujian terberat dalam hidup manusia. Menaruh mimpi ialah hak kemanusiaan. Sebagai Insan cita dari sang pecipta yang maha bijaksana. Insan berharap titipanMu mampu menggerakan jantung dalam memberi ruang untuk bernafas demi terwujudnya syair kehidupan untuk pemegang tahta pada singgah sana cinta.

Berawal dari waktu dan pertemuan yang begitu sigkat mengesankan sebua kisah tanpa buah.

Maut Ir.Nasution


Tergiring rasa ketakutan menyelimuti jiwa perasa atas rasa. Tergores namun tidak membekas sebab penantian yang tak kunjung datang. Jiwa menangis sedih lantaran di hantui oleh pikiran hingga raga terkikis menepih, seaka-akan kematian ada di depan mata.

Musiba yang silih berganti terus menerus menggerogoti harapan, hingga hendak mencintai t lah terbunuh oleh kata yang di anggap syair, perbuatan di anggap bukti semua tak terbalas sebab termakan oleh sikap diamku. Mungkin semua t’lah di telan angin dan mungkin saja angin memberi kesejukan, ataukah mungkin ia yang mencari ketinggian hingga jutaan ribuan makhluk Tuhan memiliki harapan agar menanam keyakinan bahwa indah pada kedudukan namun hina atas kesucian.

Memori Tuhan ” Dosa Dalam Catatan yang sama”


Kembali pada poros kemanusiaan manusia. Yang sejatinya manusia di ciptakan sebagai pewaris sah diri Tuhan. Mewarisi semua titipan terutama sifat ketuhanan yakni ndilahirkan hina dari rahim yang mulia. Kini anggapan mulia telah hina didalam diri oleh diri sendiri. Proses penyucihan oleh dia yanbelum mampu membersihkan raga menjadi suci dari seorang ibu sucikan dan semulianya jiwa Sedikitpun tak terniang hati berbuat hal yang terus menerus hingga Sang Maha menghakimi peristiwa dan menggiring harapana menjadi impian. Dalam setiap perjalanan kisah Ku, kini telah menjadi kasih bayangan dan akan terus menerus berorientasi sayatan luka.

Aku pernah bersumpah di atas keyakinan hingga aku penyucian. Sumpag juga dia pernah sumpah pada sumpah pengabdian Imanensi… Itu adalah sifat Tuhan. Hendak ialah yang melekat dalam diri manusia. Hasrat merupakan bagian dari fitrah pada jiwa yang tertatih-tatih.

Sekirang ada mompi yang belum trrsalurkan, mimpi mendaki gunung tinggi T

Bayangan Syurga


Syurga Yang di Titipkan


HINANYA GENERASI PINGGIRAN DALAM PERSPEKTIF ACADEMISI

Teriaklah wahai pengharap keadilan, lantangkan suaramu pada alam semesta, sebab dunia bukan untuk mereka bukan pula untuk mu pribadi. Tetesan keringat dia yang melahirkan, berdarahnya seorang yang muliah di mata Tuhan melahirkan mu serta dosa-dosa mu di tanggung olehnya.

Sungguh kejam kehidupan dirasakan. Cacian serta hinaan selalu menghapiri setiap cela-cela kehidupan. Diri yang ingin di hargai dan muliakan, nyatanya hanya mampu mendengar ocehan, bulian secara batin.

Pagi ku anggap cerah, siang ku anggap terang, sore pula ku anggap pergi, termyata kehidupan lahir dan ada serta berulang-ulang seperti biasanya. Berulang-ulang waktu berputar begitupun dengan keseharian yang berunjuk pada penghinaan.

Tanah kelahiran, mengatarkan akal ku pada titik pembeda yakni academisi. Setelah diri terdaftar dalam suatu institut yang bernama “Universitas Islam Negeri” Mataram bukan akhir dari permasalahan, tidak ada bedanya justru lebih tajam dari biasanya. Status mahasiswa sebagai identitas yang bersifat relatif adalah ladang penindasan baru dan bahkan akal pun lebih sering berpikir seperti biasanya. Jiwa menangis meronta-ronta tak kala air mata mengalir seperti air pada parit menuju sungai sebagai penampung nya. Begitulah jiwaku

Tragedi

Bersiaplah Kawan

Pagi mulai resik resah, pikiran ku mulai kacau.

LADANG TUHAN

Tuhan menganugerahkan semua kepada hambanya, hingga hamba berkehendak atas pra sangka yang hadir setiap fenomena. Ber-Tuhan bukan hanya sebatas kita mengenal, bukan pula hanya sebatas mengetahu dan bahkan mengerti, ber-Tuhan adalah bagaimana kita mengimani atas apa yang di perintahkan. Sebagian hamba terkadang memporsoalkan perintah nya hingga memaknai sang Maha mempunyai prospek tertentu mengenai perintah atasnya. Tuhan bukan hanya sebatas di pampang salam hati lebih-lebih akal, Tuhan menginginkan hambanya agar menjalankan segala sifat perintah yang di tetapkan atas manusia. Ia memberi segala apa yang di hendaki manusia dan tuhan tidak menginginkan hambanya menjauh apalagi mendustakan melalui tindakan serta keyakinannya. Apabila kau ingin berdo’a, maka asingkan diri dari keramaian dan berdoalah pada bapak mu. Sebab bapak mu akan menjawab harapanmu dalam kesunyian.

Koonpirasi Dunia dan Covid-19 Dalam Kacamata Tuhan

Semua para hamba-hamba Tuhan berdoa akan terhindar dari virus corona. Berdoa kepada pemberi keabadian, kedamaian, kesejahteraan serta ahli juruselamat dan mereka berharap akan di jauhkan dari penyakit mematikan tersebut.

Masih dengan perbicangan virus/wabah mematikan pada abad 21. wabah ini telah membuat penghuni alam semesta “makhluk totalitas” merasa di hantui dengan ketakutan tanpa alasan dan bagi pengikut ajaran pun terkadang memaksakan diri beribada secara totalitas seperti layaknya Tuhan Yesus dalam do’a-do’a pengikutnya. Yesus menyurus berdoa agar pengikut merasakan kehadiran ia dalam harapan hambanya. Tuhan Yesus berkata tak perlu panik denga musibah menimpa kita, tapi apakah ia akan tetap menjaga kita? Jawaban atas pertanyaan tersebut Tuhan Yesus yang akan mengendalikan semasi kita berdoa padanya, karena jiwa-jiwa “roh” akan hadir di tengah kita berdoa dan ia lah pelaku musibah yang menimpah manusia.

Yesus memerintahkan kepada pengikutnya agar mereka mengajarkan ajaran sesuai ia ajarkan kepada hamba pada saat ia masih ada di muka bumi ini. Semua bentuk ajaran ia terapkan, terutama sifat “akhlak” yang bermakna renda hati kepada sesama hambanya agar hamba-hanbanya merai kemenangan. Virus ini sudah di ramalkan 2076 tahun lalu sejak para filsuf memikirkan tentang bangsa/negara pada buku Republica yang tulis oleh Plato. Virus Corona ini adalah permulaan masa transisi dunia menuju tatanan Dunia baru atau New world Order (NWO). Nwo merujuk pada pemerintahan tunggal dunia, satu pemerintahan, satu mata uang, satu Agama, Ideologi komunis, di perintah oleh diktator kejam yang menuhankan diri, yaitu: A n t i c h r i s t, yang berlambang 666. Setiap orang pada tangannya harus ditanami susuk microchip yang fungsinya sebagai alat multitransaksu secara multinasional dalam sistem ketatanegaraan serta hubungan antar Negara se-dunia.

Sifat Sombong yang Di Warisi

Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan kesombongan pada pengikut ajaran. Justru ia mengajarkan kita agar saling mengasihi serta rendah hati pada sesama hambanya. Sifat renda hati adalah ketenangan tanpa pemaksaan batin, menenangkan jiwa ialah salah satu usaha dalam memberi kestabilan prilaku dan menentukan ukuran akhlak pribadi, oleh karenanya merendah bukan berarti kita terhina tapi hal tersebut merupakan kemerdekaan bagi individu.

Tuhan Tanpa Dasi

Tuhan tidak perlu di belah oleh hambanya, Tuhan pula bukan tanah liar yang selalu di injak dengan menggunakan jasad, sebab dialah segalanya bagi pengharapan manusia. Manusia hanya sebatas hamba yang hina serta jasadnya di buat atas tanah liar, roh di ciptakan melalui cahaya, hingga cara mendefinisikan kemanusiaan adalah dengan melalui ciptaannya.

Alam semesta merupakan bagian dari kuasanya sang Maha Esa. Apapun bentuk, ruang dan waktu pun pada alam material ini adalah semata-mata ciptaan kausaprima. Kekuasaan akan segala yang di ciptakan serta kemampuan ia dalam memberi segala hal di hendaki manusia dan kebutuhan internal maupun eksternal membuat akal ingin menggali keabsahan sang Maha Esa. Tuhan, yang dapat di akui keabsahan secara abstrak makna esensial adalah satu tanpa ada bandingan, tandingan yang dapat di ukur secara bentuk ruang dan waktu. Berbentuk hanya pada tataran seputar sudut pandang yakni ide-ide penguhi alam, ruang pun di peruntungkan pada subjek “makhluk totalitas” dan warna merupakan hasil eksperimen menuju pada ruang laboratorium sebagai puncak hukum ilmiah dalam suatu teori dan empiris.

KEMERDEKAAN SEJATI MIMPI INDONESIA

Kemerdekaan adalah salah satu kunci kebebasan. Merdeka bukan barometer suatu bangsa untuk berncikraman dalam mengespresikan diri serta bebas dari penindasan terhadapnya. Pengakuan, adalah pengukuhan secara sah berarti rakyat tidak melarat dengan persoalan bangsa dalam suatu negara tertentu. Kata merdeka, berarti menggambarkan bahwa PR besar yang tidak dapat di revisi oleh pelaksana sistem pada bangsa dan negara. Dalam keadaan bermasalah secara batin bagi rakyak tertentu.


	

Pra sangka

Rasio terasa bodoh ketika Perasaan yang tulus mengusai diri.

Akal seakan tak berarti oleh rasa kepada makhluk ciptaanMu.

Hati merasa gelisah tak tentu arah karena dugaan rasa.

Terkadang, dugaan yang nampak dalam imajinasiku, bahwa dia akan pergi dan menghilang dari genggaman.

Semua tentang dia, dia yang diyakini, dia pula pengharapan.

Tuhan.. ijinkan diri yang hina ini mengutarakan arah hidup padanya.

Hamba tidak mengharapkan akan abadi di sampingnya, namun diri menginginkan ia hidup serta tetap tersenyum, walaupun berat hati menerima pilihannya.

Pra duga kepada dambaan hati, pra sangka kepada diri yang ikhlas menaruh harapan.

Sewalaupun ia bukan makhluk utusan Mu, tapi diri cukup yakin bahwa ialah pilihan diri ini.

Entah itu kegilaan, ataukah hidupku telah di kendalikan oleh pengharapanku tentang rasa yang ku anggap suci padanya.

Wahai tuhan diri meminta petunjuk atas apa yang di alami oleh jiwa ragaku.

Nyanyian serta tarian para penguasa dalam negeri

Bumi persada, negeriku tercinta. Pagi, pagi sekali ku terbangun dari tempat tidurku

Terbaring lemah ku pada kasur tatkala aku bagaikan mayat hidup. Tiba-tiba di pagi hari telinga mendengar keributan yang tidak jelas arahnya, dan pada hari itu akupun melihat pesta pas di hari mengingat hari maulid nabi dan ternyata para politikus ber pesta atas kebangkitan partainya.

Pertanyaannya, apakah ini negara yang tertib tata kehidupan masyarakatnya adil serta berpancasila dan ternyata jawaban atas kegelisahanku adalah negeriku dalam keadaan berduka atas tindakan para penjilat dalam negeri, perampas HAM rakyat yang tak dapat berkutip pada sistem keperintahan.

Sungguh miris negeri yang di tempati dan neraka jahanam di alami oleh diri yang tak mampu ini.

Kokohkan bahumu demi tercapai mimpi kita bersama minpi ibu pertiwi.

Negara merindukan sosok pejuang sejati yang tidak meminta imbalan atas perjuangan dalam merai kemerdekaan seperti sumpah janji ibu pertiwi.